Kebahagiaan itu bersifat sementara, karena kedukaan
pasti akan datang, sebagai penyeimbang suatu keadaan. Atau suatu kedukaan yang
datang, pasti akan diseimbangkan oleh suatu kebahagiaan. Pada dasarnya, jumlah
kedukaan dan kebahagiaan itu adalah dua duanya dalam jumlah yang sama. Seberapa
besar kebahagiaan yang terjadi, maka sejumlah kedukaan yang sama juga terjadi,
entah pada saat yang bersamaan ataukah setelahnya. Besarnya kesukaan adalah
sama dengan besarnya kedukaan. Besarnya
keduanya akan berpengaruh sebesar penerimaan suatu pribadi terhadap pengaruh
suka dan duka. Itu artinya, jika suka dan duka tidak diterima sebagai suatu
unsure penentu diri, maka suka dan duka itu akan tidak ada artinya. Tidak ada.
Dalam hal ini, suka dan duka merupakan sebuah dualitas
yang tercipta atas hukum sebab akibat.
Hukum sebab akibat ini berkembang menjadi suatu syarat dan hasil. Suatu hasil
akan tercapai apabila suatu syarat dikerjakan. Dalam contoh sederhana, agar
bisa kenyang, maka harus makan. Dikatakan bahwa, kenyang sebagai hasil, maka
syaratnya adalah makan. Dalam sebab akibat, maka kenyang adalah suatu akibat,
dan makan adalah sebab. Hubungannya dengan perasaan, kenyang adalah suatu
keadaan suka, karena keinginan tercapai. Sedangkan makan adalah suatu duka,
karena melibatkan unsure kerja (tidak diinginkan)
(Datangnya
kedukaan atas kebahagiaan, tidak diartikan sebagai suatu balasan. Akan tetapi,
suka dan duka merupakan sebuah dualitas di alam perasaan manusia yang pada dasarnya, dualitas, adalah satu kesatuan. Karena dualitas dalam
satu kesatuan, maka agar tercapainya keseimbangan maka jumlahnya harus sama)
Hidup disebabkan oleh gelombang yang menimbulkan
dualitas, dimana jika dualitas itu terjadi, maka kehidupan akan tercipta dan
kemudian terus berkembang dengan gejolak yang semakin besar. Bisa dikatakan
bahwa, dualitas itu merupakan roda penggerak kehidupan. Itu berarti, segala
sesuatu yang terlibat dalam hidup, harus terproses dalam gelombang dan dualitas
tadi.
Dualitas tersebut harus dilalui, akan tetapi jika
terlarut dalam dualitas itu, maka akan menyebabkan gelombang dualitas itu
semakin besar. Karena itu, hal yang terbaik dalam menyikapi dualitas itu adalah
dengan tidak pernah mengharapkan sesuatu atas dualitas tersebut. Kedua sisi,
sama sama tidak memberi pengaruh pada (diri). Dengan berlaku demikian, maka
sementara hidup sibuk dalam gelombang dualitasnya, tetapi (diri) sama sekali
tidak terbebani oleh reaksi dan gelombang dualitas. Itu sama artinya dengan
sebuah garis gelombang yang lurus, tidak beraktifitas atau tidak bergelombang.
__Karena itu, janganlah memburu kebahagiaan, karena
kebahagiaan berada di bawah naungan perasaan. Carilah suatu keadaan yang
terlepas dari pengaruh perasaan. Jika terlepas dari pengaruh perasaan, maka
tiada kebahagiaan dan tiada kedukaan.
Keadaan yang terlepas dari pengaruh perasaan itu,
adalah tidak bergejolak atau bereaksi ketika memperoleh kebahagiaan ataupun
kedukaan. Atau dengan kata lain, kebahagiaan dan kedukaan tidak pernah
memberikan suatu pengaruh.
Jangan pernah mengejar kebahagiaan, karena untuk
mencapainya harus dengan sejumlah kedukaan yang sama. Kebahagiaan dan kedukaan
adalah sebuah gelombang. Yang mana jika diterima maka, gelombang itu akan terus
bergejolak dan semakin bergejolak. Keadaan
yang terbaik adalah ketika gelombang kedua keadaan itu dapat terhenti. Tiada
kebahagiaan dan tiada kedukaan. Maka terciptalah suatu keadaan DAMAI. inilah
keadaan tertinggi yang mesti dicapai, namun tidak banyak disadari oleh setiap
orang.
Written by: Edy MW.
On June 19, 2012
“Orang yang melepaskan diri dan
tidak tergantung dari pengaruh suka dan duka, maka dia dapat mengendalikan
setiap keadaan yang mesti terjadi pada dirinya. Suatu keadaan suka tidak akan
terjadi diluar kehendaknya, dan suatu keadaan duka tidak akan datang diluar
kehendaknya. Dia telah berada pada titik kosong, tidak bergejolak, sehingga dia
bebas untuk berada pada kondisi apapaun.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar